Sabtu, 11 Agustus 2018

Fanfiction

Follow+komen gan (ㆁᴗㆁ✿)
.
.
.
.
.
.
.
.
WAITING FOR YOU


By: Ara'Irene Gen 3


Bintang menghiasi langit malam ini, angin musim dingin berhembus pelan menerpa paras cantik Irene. Gadis itu sedang duduk santai di balkon kamarnya. Secangkir coklat panas ia letakkan pada meja kecil disebelahnya. Matanya fokus pada pemandangan malam kota seoul dari lantai 4 apartemennya, kedua tangan Irene digunakan untuk mengeratkan selimut putih yang membalut tubuh yeoja itu.

“Hah...”, untuk sekian kalinya gadis itu menghela napas berat. Seperti ada beban berat dipundaknya yang ingin ia lepaskan.

Tangan kanannya beralih mengambil ponsel yang ia letakkan dekat cangkir coklat panas. Ia membuka beberapa pesan singkat dari sahabatnya yang ada di luar sana.

‘Happy New Year! Kau tak mau berpesta? Kami menunggumu di rumah Wendy’- From Jongin.

‘Irene! Kami membuat pesta tahun baru di rumah Wendy. Kau masih menunggu? Apa kau yakin dia datang tahun ini?’-From Seulgi.

‘kami mengadakan pesta. Dia mungkin tidak bisa datang lagi, ayo berpesta!’- From Wendy.

Seulas senyum tipis terukir di bibir Irene setelah membaca pesan2 tersebut, kemudian dia membuka galeri foto di ponselnya.

“kapan kau kembali? Ini tahun baru ke-3 yang kurayakan tanpamu. Apa kau tidak merindukanku?’’, ucap Irene seolah berkata kepada sebuah foto yang ia lihat di ponselnya. Foto dirinya dengan seorang namja tampan yang memeluknya dari belakang. Tak terasa setetes air mata jatuh membasahi pipinya, dan diikuti oleh tetesan yang lain.

“Suho”

Flasback on~

“wah... aku suka musim semi”, ucap Irene ketika dirinya sedang bersantai di bawah pohon dekat taman bersama kekasihnya, Suho.

“bunga2 bermekaran dengan indah di musim semi, hewan2 lucu berkeliaran, dan cuacanya selalu bagus”, lanjut Irene kemudian menatap Suho yang mengelus rambutnya.

“kalau kau?”

“aku lebih suka musim dingin”, jawab Suho singkat.

 “wae?”, tanya Irene penasaran. Suho mendekatkan tubuhnya pada Irene, lalu memeluk gadis itu dengan erat.

“karena aku bisa memelukmu seperti ini, setiap hari di musim dingin”, ungkap Suho masih memeluk Irene yang juga membalas pelukannya. Irene tersenyum senang, ia sangat suka ketika Suho memeluknya seperti ini.

Beberapa menit kemudian, pelukan itu terlepas. Irene kembali menatap intens Suho.

“kau, apa kau benar2 harus pergi?”, Suho tercekat mendengar pertanyaan yang beberapa hari ini selalu dilontarkan Irene.

Suho mengangguk sebagai jawaban, wajah Irene berubah sendu dan Suho tidak suka itu.

“kau tega meninggalkanku sendirian dalam waktu yang kau sendiri tidak tahu”, rengek Irene dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

“kau tidak sendirian, masih ada Jongin, Wendy dan Seulgi. Lagipula ini bukan selamanya, jadi tunggu aku. Kau dengar? Kau mau menungguku kan?”, Irene diam tak menanggapi pertanyaan Suho, membuat namja itu sedikit kecewa.

“baiklah, kalau kau bosan menunggu, kau bisa kencan dengan namja lain ketika aku pergi. Dan saat aku kembali, aku akan menunggumu untuk kembali padaku. Aku yang akan menunggu, otte?”, ucap Suho sambil menangkup wajah Irene dengan tangannya.

Irene tidak kuat menahan tangisnya lagi, ia menghambur memeluk Suho dan menangis sejadi-jadinya. Suho membalas pelukan itu sambil membelai halus kepala Irene.

“siapa bilang aku tidak bisa menunggu? Aku akan menunggu. Lagipula tidak ada namja yang ingin aku kencani selain dirimu. Dasar bodoh!”, marah Irene dalam tangisnya, Suho menampakkan senyumnya ketika mendengar pernyataan Irene.

“aku mencintaimu”, bisik Irene di sela tangisnya.

“aku lebih mencintaimu, sayang”, balas Suho sambil mengeratkan pelukannya.

“aku pasti kembali, tunggu aku”

Flashback off~

‘Aku pasti kembali’, sebuah kata yang sudah ribuan kali terputar di otak Irene selama 3 tahun menunggu kekasihnya.

“ku harap kau tidak berbohong, jangan buat penantianku sia2”, monolog Irene kemudian meminum sisa coklat panas di cangkirnya.

Setelah itu, gadis berkulit putih pucat itu masuk ke dalam apartemennya. Dia berganti baju, sedikit memoles wajahnya, kemudian keluar dari apartemen. Irene memilih untuk menghabiskan malam tahun baru di luar apartemen. Selama 3 tahun ini, ia merayakan tahun baru sendirian, tanpa Suho-nya. Meskipun ia merayakan dengan teman2nya yang lain, tetap saja terasa kosong baginya.

Irene berjalan kaki menikmati suasana ramai tahun baru di jalanan kota seoul. Dirinya berhenti ketika melihat sebuah pertunjukan musik jalanan yang ia temui. Gadis itu menikmati alunan musik yang dimainkan, terbukti dengan senyum tipis yang mengembang dari bibirnya.

“aku jadi mengingatmu lagi. Kapan kau akan menyanyikan lagu untukku seperti 3 tahun yang lalu?”, gumam Irene ketika bayangan Suho yang bernyanyi muncul di benaknya. Gadis cantik itu kemudian melanjutkan jalannya.

Irene kini berjalan melewati orang2 yang sedang membagikan bunga mawar gratis. Seorang namja yang terlihat lebih muda mendekati Irene, dan menyodorkan setangkai mawar merah yang ia bagikan.

“Selamat tahun baru, noona”, ucap namja itu sambil tersenyum manis. Irene menerimanya sambil menggumamkan kata terima kasih untuk pemuda tersebut.

Sekarang dirinya kembali teringat pada Suho yang dulu sering memberikannya rangkaian bunga di setiap hari spesial, seperti hari kelahiran Irene, dan hari jadian mereka. Kaki2nya kembali melangkah membawa Irene entah kemana. Ketika ia sedang berjalan, tiba2 ada seorang gadis kecil yang menabraknya hingga anak tersebut jatuh tersungkur. Irene kaget dan langsung membantu anak itu untuk berdiri.

“gwaenchana-yo?”, tanya Irene khawatir sesaat setelah ia membantu si anak.

“nan gwaenchana, gomawo eonni”, ujar gadis itu, lalu berlalu dari hadapan Irene.

Sekali lagi, kejadian barusan mengingatkannya pada Suho yang dulu juga pernah membantu seorang anak yang jatuh ketika mereka berdua pergi berkencan. Seulas senyum hambar tercetak di wajah Irene.

“kenapa semua hal di hari ini selalu mengingatkanku padamu? Apa karena aku sangat merindukanmu?”, gumam Irene sambil memegangi dadanya yang terasa sesak.

Saat ini Irene sedang berdiri di sisi pagar jembatan, menghadap ke arah sungai Han yang ada di depannya. Dieratkannya mantel yang dipakainya ketika dirasa udara menjadi semakin dingin. Tangan kirinya terangkat menyentuh sebuah cincin yang bertengger di jari manis tangan kanannya.

“bagaimana kabarmu? Apa kau baik2 saja? Apa kau tidak merindukanku?”, kata Irene panjang lebar entah pada siapa. Matanya kelihatan berkaca-kaca.

“Huh... Apa hanya aku di sini yang tersiksa karena merindukanmu dan menjadi lebih merindukanmu setiap harinya. Kenapa kau begitu jahat, menyiksaku seperti ini? Dasar bodoh!”, umpat Irene sambil tangannya melepas cincin yang ia pakai.

“Apa aku harus membuang cincin ini dulu baru kau akan kembali? Baiklah, bukan ide yang buruk. Akan ku coba. Jika aku membuangnya dan kau masih belum kembali, aku juga akan membuangmu”, tutur Irene yang mulai menitikkan air mata.

Tangan kanannya sudah mengambil ancang2 untuk membuang cincin di genggamannya. Ketika tangan itu terayun, sebuah tangan lain menahannya. Irene terkejut, kemudian mengalihkan pandangannya pada si pemilik tangan itu.

DEG~

Jantung Irene berpacu lebih cepat, waktu terasa berhenti untuknya.

“Suho”, ucap Irene lirih. Orang yang begitu ia nantikan, kini sedang berdiri di sampingnya dan sedang memegang tangannya.

“jangan dibuang”, sebuah kalimat larangan dilontarkan Suho, Irene masih membeku tak merespon. Matanya masih fokus menatap manik caramel Suho.

Sedetik kemudian, tangan kiri Irene terangkat menyentuh wajah Suho. Seolah dirinya ingin membuktikan kalau yang ada di depannya ini benar2 Suho, orang yang sangat ia rindukan.

“kau benar Suho? Ini bukan mimpi kan? Aku selalu bermimpi tentangmu setiap malam, aku harap ini nyata”, ucap Irene masih belum percaya, air mata mulai mengalir melewati pipinya. Suho melepas genggamannya di tangan kanan Irene, mengambil cincin yang dipegang Irene lalu ia pakaikan kembali di jari manis gadis itu.

“sekarang apa masih mimpi?”, Irene tersenyum kemudian menghambur memeluk Suho dengan sangat erat, seolah ia tidak ingin membiarkan Suho pergi lagi. Suho membalas pelukan itu, ia cium puncak kepala Irene berulang kali.

“bogoshipo, maaf membuatmu menunggu dan tersiksa”, bisik Suho di tengah pelukannya dengan Irene.

“kau jahat! Mulai sekarang aku tidak akan mengijinkanmu pergi lagi”, ujar Irene membuat Suho tersenyum. Irene masih belum melepas pelukan itu.

“mulai sekarang kita pergi bersama-sama”, Irene mengeratkan pelukannya dan menghirup aroma menenangkan yang ada di tubuh Suho. Aroma yang sudah 3 tahun tidak bisa ia rasakan.

“aku mencintaimu, Suho”, ungkap Irene yang menangis haru.

“aku lebih mencintaimu, dan akan selalu begitu”, balas Suho membuat Irene menjadi lebih bahagia.

Setelah beberapa menit, mereka melepaskan pelukan itu. Keduanya saling bertatapan dan tersenyum. Suho menghapus sisa air mata yang ada di wajah Irene.

“kajja! Kau tidak mau merayakan tahun baru?”, ajak Suho sambil menggandeng tangan Irene. Keduanya berjalan menjauh dari jembatan.

“bagaimana kalau kita ke tempat Wendy. Ada Jongin dan Seulgi juga, mereka membuat pesta tahun baru di sana”, tutur Irene sambil mendekatkan tubuhnya dan menyenderkan kepalanya pada Suho. Tangannya yang lain menggaet lengan Suho yang menggenggam tangannya.

“jinjja? Kalau begitu ayo kita buat kejutan”, seru Suho semangat.

“mereka pasti terkejut”, ucap Irene sambil tersenyum manis pada Suho.

Kemudian keduanya berjalan menuju rumah Wendy untuk merayakan tahun baru bersama sahabat mereka yang lain. Dan kini penantian Irene terbayar sudah di malam tahun baru. Sebuah kado paling indah sudah datang dan mengembalikan kebahagiannya yang sempat pudar.

END.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar